Banyak sharing bertanya apakah anak mereka akan bisa kondisinya lebih baik setelah menjalani suatu terapi ?
Sebenarnya, kunci dari keberhasilannya terletak pada kedisiplinan kita selaku orangtua dalam mensupport anak dalam menjalani masa terapi terutama pada saat berada di rumah. Kita sangat menyadari bahwa anak sebagian besar waktunya bukan berada ditempat terapi, tetapi berada di rumah. Nah peran kita sangat jelas, bagaimana kita mencoba menerapkan apa yang telah diajarkan di tempat terapi untuk diterapkan di rumah termasuk juga menerapkan pola diet yang tepat, mengajak anak bersosialisasi pada lingkungan sekitar rumah maupun diluar lingkungan rumah. Jadi tidak keberhasilan pemulihan anak tidak hanya bergantung hanya pada terapis semata . Hal ini juga sempat dikeluhkan beberapa teman terapis, bahwa mereka disalahkan orangtua anak bila tidak ada kemajuan pada anaknya , padahal dietnya sendiri tidak dijalankan , di rumah ortu tidak mengajarkan pada anak , dan lebih fatal banyak pelanggaran terhadap makanan yang didietkan bahkan tidak diet sama sekali.
Janganlah kita beranggapan bahwa setiap terapi anak akan pulih semudah membalikkan telapak tangan , semua pasti berjalan pelan bahkan tanpa kita sadari mengingat kedekatan kita dengan anak, tidak jarang malah pihak lain (seperti guru, tetangga, dll) yang bisa mengetahui perubahan pada anak kita. Pelan tapi pasti.. maka evaluasilah apakah terapi dan apa yang orangtua lakukan sudah berjalan baik, apakah saran saran terapis juga ikut diterapkan di rumah.
Apakah cukup dengan memberikan suplemen? pemberian suplemen tidak akan banyak membantu, bahkan bila digunakan secara sembarangan bisa menimbulkan masalah baru. Andaikan boleh kita menganggap manusia adalah kendaraan, bila mesin kendaraan yang bermasalah tentunya tidak cukup hanya dengan mengganti oli kendaraan tsb saja, tetapi mesinnya yang harus diperbaiki terlebih dahulu .
Perihal Diet
Pada komunitas AFG (Autis Family Group) yang beranggotakan 30 member , para member mencoba menerapkan diet yang telah kami lakukan sebelumnya , dan alhamdulillah berjalan lebih baik ketimbang diet yang mereka lakukan sebelumnya. Memang diet tidak akan menyembuhkan anak, namun bila diterapkan , hasilnya akan jauh lebih baik, antara lain dalam pemusatan perhatian , hiperaktif berkurang, tidur nya semakin berkualitas. Beberapa bahan makanan yang kami dietkan antara lain : terigu, susu, gula pasir, gula jawa makanan dari umbi (kecuali kentang) termasuk singkong, garut,ubi dan produk turunannya, lalu ada ketan, kacang-kacangan termasuk kedelai, kacang tanah, biji-bjian termasuk jagung, wijen, kemudian sayur wortel, seafoods, buah hanya pir dan blue beri yang boleh, mentega, ragi.
Waduh mengapa banyak sekali ?? terus anak saya makan apa ??? itu yang sering terucap dari member AFG. Makanan di indonesia ini masih banyak sekali yang aman, dan kami yakin para ortu dapat memperoleh makanan dengan mudah tentunya akan lebih baik dengan mengolah sendiri makanan anaknya .
Terus sampai kapan anak diet ? tentunya sampai pencernaannya berfungsi baik dan makanan tidak berdampak buruk pada perilaku nya. Yang menjadi pertanyaan, apakah telah kita coba untuk memperbaiki pencernaannya (sebagai "sebagian besar" pusat permasalahannya) dengan terapi dan diet? ataukah hanya meredam perilaku , menerapi wicara nya saja karena anak belum bisa mengeluarkan sepatah kata ?
Berdasarkan pengalaman keluarga kami, dulu anak kami hanya terapi alternatif di biomedika dan hanya menjalani diet selama 2 tahun setelah terapi.( terapi pada umur 8 tahun), kini bisa dikatakan kondisi pencernaannya sudah baik, tidak ada perubahan perilaku misalnya apabila diet tidak dilakukan. Namun Ajeng akan menolak bila diberikan makanan misalnya roti yang mengandung terigu....
salam peduli autis